Selasa, 02 Februari 2010

Melayonian

Menyimak perkembangan dunia musik di Indonesia belakangan ini, kalau kita cermati, ada banyak macamnya. Banyak macamnya, banyak pula pendapat yang berbeda dalam menyikapinya. Untuk awal, kita lihat dulu trend musik sekarang (2009-awal 2010). Di tahun 2009, pasti gak akan jauh dari melayu berminor-minor atau lagu-lagu yang mudah dicerna (bahasa kerennya, easy listening, itu kata orang, padahal aslinya semua musik pasti easy listening, kalo hard listening berarti kita mesti ke dokter THT buat periksa ada apa dengan telinga kita). Nah, beberapa orang pasti udah muak denger lagu-lagu yang gitu-gitu aja, sekarang mari kita ungkap sisi pos hansip,eh,positif dan negatifnya Pop Melayu ala (yth.) ST12.

1. Negatif (sengaja dibikin pertama buat menghormati teman-temanku)
1)Pop Melayu dianggap terlalu mellow karena biasanya progresi akord standard yang dipake (bila kita pake scale Am Harmonis) adalah Am-Dm-E/E7 yang kemudian dipadukan dengan akord-akord mayor seperti F-C-G, sehingga menghasilkan suatu progresi keseluruhan (contoh) Am-Dm-G-C-E7 untuk verse dan refrainnya (contoh juga) F-C-G-E7. Jika kita menurut pada feeling yang paling dalam, akord minor adalah akord yang bersifat tidak tegas. Terlihat (atau terdengar) nuansa kebimbangan sehingga memunculkan cap “lebay” pada musik melayu, bahkan ada yang bilang, “Kalo putus cinta ya udah putus aja, jangan so sedih gitu deh…” yang ujung-ujungnya terlihat reaksi menempelkan telapak tangan di jidat sambil berkata, “Cape deeeehhhh….”
2)Pop Melayu dianggap sebagai keberpihakan pada negeri sebelah yang sampe sekarang kayaknya tuh masalah belum beres-beres. Dari mulai kasus Manohara Suria Danu Ningrat,eh, Manohara Odelia Junot,eh, Pinot, sampe masalah pengklaiman.
3)Pop Melayu adalah musik yang dianggap sebagai representasi dari kalangan menengah ke bawah. Musik jenis ini memiliki keterkaitan yang erat dengan dangdut, khususnya, dangdut melankolis, jika dilihat dari pengolahan lirik, progresi akord, dan cara bernyanyi. Lirik Pop melayu cenderung melankolis, namun kadang bisa juga lugas. Salah satu contoh adalah pada bait pertama lagu Radja “Jujur” yaitu “Duhai kekasih pujaan hatiku” di mana kalimat tersebut mengungkapkan pujian dengan bahasa puitis.

2. Positif (nah yang ini dari sudut pandang saya)
1)Pop Melayu adalah salah satu bagian dari trend, trend yang menjadi komoditi dalam industri musik modern. Seperti halnya musik ska yang booming di akhir decade 90-an. Bagi yang ingin bermain musik dengan money oriented, maka Pop Melayu bias dijadikan pilihan
2)Jenis musik ini juga merupakan bagian dari siklus yang sebenarnya pernah menghampiri kita pada periode lampau namun dengan format berbeda di mana musik pada periode lampau tersebut secara langsung atau tidak langsung telah membentuk kerangka musik pada periode selanjutnya yang dianggap lebih baik secara kualitas. Dari segi trend, musik jenis ini mungkin pengulangan dari era Pop Melankolis di decade 70-an yang mencuatkan nama Panbers, D’lloyd, dll. yang saat itu menguasai pasar musik sebelum akhirnya dikudeta oleh Anak-anak Pegangsaan, Chrisye, Jockie Suryoprayogo, maupun Guruh Sukarnoputra dengan proyek (one and only) Guruh Gypsy-nya yang kemudian beralih ke era selanjutnya dengan diawali LCLR-nya Prambors. Namun seperti yang udah disebutkan tadi kalo musik tersebut juga bisa membentuk kerangka musik era selanjutnya karena pada album-album awal Chrisye juga terlihat warna ala Pop Melankolis tersebut walaupun dengan progresi yang lebih maju. Seperti dalam lagu “Badai Pasti Berlalu”, tak yang mengira kalau pada era itu ada lagu pop yang salah satu progresi akornya melangkah dari I ke V minor.
Dalam hal melayunitas, embrio musik Pop Melayu yang sekarang sebenarnya sudah mulai hidup pada dekade 90-an dan sebenarnya sangat hidup, namun waktu itu musik tersebut terkenal dengan nama “Slow Rock”. Munculnya Log Zhelebour dengan membawa bendera Loggiss dan festival rock Djarum memunculkan solois dan band yang terinspirasi dari demam Glam Rock di dunia. Di era ini kita bisa mengenal Nicky Astria, Atik CB, Anggun C. Sasmi, Elpamas, Power Metal, hingga sang fenomena Nike Ardilla. Namun memang Malaysia lebih kental membawakan musik tersebut, mengenai hal itu, saya punya persepsi bahwa kekentalan Slow Rock Malaysia dipengaruhi 2 faktor yaitu:
• Ada kemungkinan musik slow rock awal Malaysia dipengaruhi Yngwie Malmsteen yang banyak bermain di scale minor
• Kedekatan scale minor tersebut dengan musik tradisional melayu
Puncak kedahsyatan slow rock Malaysia disinyalir ada pada booming-nya lagu Isabella oleh grup Search yang konon menembus 1 juta keeping lebih. Memang saat ini ada lagu local yang sudah menembus 8 juta, tapi tunggu dulu, itu RBT bung, sedangkan jaman kapungkur itu kaset di mana kita beli pita yang isinya 8-10 lagu, bukannya satu lagu. Ini juga yang membuat ST12 menghidupkan kembali lagu Isabella tersebut.
3)Siapa bilang Pop Melayu yang melankolis dibawakan dengan melankolis pula??? Ini yang ngebedain sama musik pendahulunya. Kalo liat aksi drummer ST12 atau Radja, gila!!! Full skill,man!!! Saya aja ngeliatnya sampe geleng-geleng, mereka bisa memaksimalkan musikalitas pribadi dalam keminimalan kualitas musik yang mereka bawakan. Belum cukup di situ, saya juga dibuat terkesima oleh lantunan vokal Firman Idol ketika membawakan “Kehilangan” yang diciptakan Charlie ST12. Two thumbs up, saya pikir.


Terlepas dari sisi negatif dan positif musik tersebut, satu hal yang patut kita garisbawahi, kita boleh ga suka atau mungkin juga itu musik favorit kita, tapi kita tidak bisa melawan trend. Idealisme boleh dikedepankan tapi inilah Indonesia bung. Apresiasi masyarakat kita berbeda dengan Negara lain. Tanpa musik pop, kita tidak akan menemukan idealisme kita.